Minggu, 05 Desember 2010

sinopsis novel Ketika Cinta Bertasbih (Habiburrahman el Shirazi)

Ketika Cinta Bertasbih (Habiburrahman el Shirazi)


Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Berteman dengan panas dan debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama.
Fahri sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman, seorang syaikh yang cukup tersohor di Mesir. Dengan menaiki metro, Fahri berharap ia akan sampai tepat waktu di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq. Di metro itulah ia bertemu dengan Aisha. Aisha yang saat itu dicacimaki dan diumpat oleh orang-orang Mesir karena memberikan tempat duduknya pada seorang nenek berkewarganegaraan Amerika, ditolong oleh Fahri. Pertolongan tulus Fahri memberikan kesan yang berarti pada Aisha. Mereka pun berkenalan. Dan ternyata Aisha bukanlah gadis Mesir, melainkan gadis Jerman yang juga tengah menuntut ilmu di mesir.
Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal drai Indonesia. Mereka adalah Siful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi temapt tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lanai atas ditemapati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua oranga nak mereka, taitu Maria dan Yousef.
Walau keyakinan dan aqiqah mereka berbeda, tapi antara keluarga Fahri dan Tuan Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Terlebih Fahri dan Maria berteman begitu akarab. Fahri menyebut Maria sebagai gadis koptik yang aneh. Bagaimana tidak, Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam.
Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perrangainya berbanding seratusdelapan puluh derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur. Istrinya bernama madame Syaima dan anak-anaknya bernama Mona, Suzanna, dan Noura.
Bahadur, madame Syaima, Mona, dan Suzanna sering menyiksa noura karena rupa serta warna rambut Noura yang berbeda dengan mereka. Noura berkulit putih dan berambut pirang.
Suatu malam Noura diusir Bahadur dari rumah. Noura diseret ke jalan sembari dicambuk. Tangisannya memilukan. Fahri tidak tega melihat Noura diperlakukan demikian oleh Bahadur. Ia meminta Maria melalui sms untuk menolong Noura. Fahri tidak bisa menolong Noura secara langsung karena Noura bukan muhrimnya. Maria pun bersedia menolong Noura malam itu. Ia membawa Noura ke flatnya. Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan madame Syaima.
Dan benar. Noura bukan anak mereka. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya. Ia sangat berterima kasih pada Fahri dan Maria.
Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati mau menolongnya di metro saat itu. Aisha rupanya jatuh hati pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri dan Syaik Utsman. Melalui bantuan Syaik Utsman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha. Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa keponakannya sangat mencitai Fahri. Namun terlambat! Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Dan pernikahan Fahri dengan Aisha pun berlangsung. Fahri dan Aisha memutuskan untuk berbulanmadu di sebuah apartemen cantik selama beberapa minggu.
Sepulang dari ‘bulanmadu’nya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang, saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Alhasil, begitu mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangat terpukul. Kebahagian Fahri dan Aisha tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Noura teramat terluka saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha.
Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu. Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu (malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri memperkosanya).
Tapi Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Tidak ada jalan lain. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Aisha berharap, dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya. Dan harapan Aisha menjadi kenyataan. Maria dapat membuka matanya dan kemudian bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Alhasil, Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Dengan kata lain, Fahri dapat meninggalkan penjara yang mengerikan itu.
Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar, Fahri memaafkan Noura. Dan, terungkaplah bahawa ayah dari bayi dalam kandungan Noura dalah Bahadur. Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Namun Maria beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf. Dari buku kita tahu bahwa Fahri selalu “menjaga diri” di tengah wanita-wanita yang dekat dengannya. Hal itu Fahri lakukan karena rasa cintanya pada Yang Maha Kuasa. Fahri berusaha konsisten dengan prinsip, dan ajaran agama yang ia pegang teguh. Cinta Fahri pada agama dan Sang Khalik menuntunnya pada cinta Aisha. Atas izin Allah Fahri dan Aisha bersatu di bawah payung cinta yang tulus mengharapkan ridhaNya
8. Di Bawah Lindungan Ka’bah (Hamka)


Hamid, seorang anak berbudi luhur tetapi sangat menyedihkan hidupnya. Bapaknya meninggal saat Hamid masih berusia empat tahun. Sejak menjadi yatim itulah hidup Hamid menjadi miskin dan serba kekurangan. Dia hanya tinggal berdua dengan ibunya. Hamid membantu menjual kue buatan ibunya, sebagai penyambung hidup. Seakan Sang Penolong datang saat rumah besar di seberang rumah Hamid, yang selama ini kosong, ditempati oleh keluarga kaya yang baik hati. Sepasang suami istri itu bernama Haji Ja’far dan Mak Asiah, beserta Zaenab, anak perempuan mereka yang seumuran dengan Hamid.
Melihat kebaikan budi pekerti Hamid dan rasa kasihan, Haji Ja’far menyekolahkan Hamid. Hal itu juga dalakukan agar ada teman bagi Zaenab untuk bersekolah bersama. Zaenab pun dianggap sebagai adik sendiri oleh Hamid. Hari-hari pun dilalui Zaenab dengan Hamid, mulai belajar sampai bermain. Hingga akhirnya mereka berpisah, karena Zaenab mulai beranjak dewasa, dan berdasarkan adat dia harus dipingit.
Namun ternyata persaudaraan dan waktu berkata lain, kedekatan itu berbuah rasa cinta dan rindu yang mendalam. Hamid menyadari bahwa dia mempunyai perasaan cinta kepada Zaenab, tetapi akhirnya Hamid memutuskan untuk menjauhkan diri, khawatir cintanya bertepuk sebelah tangan. Hamid merasa dia tak pantas mengharap orang kaya seperti Zaenab. Kesedihan makin mendalam saat Haji Ja’far dan Ibu Hamid meninggal berturut-turut dalam jangka waktu sebentar. Hati Hamid makin sakit saat Mak Asiah meminta tolong pada Hamid untuk membujuk Zaenab agar mau menikah dengan seorang pria pilihan keluarga Haji Ja’far.
Dalam kegelisahan hatinya, Hamid menggantungkan diri pada Kuasa Illahi. Karena dia yakin hanya Allah lah tempat menambatkan diri, tempat berserah diri atas segala masalah. Pelarian itu sampai akhirnya membawa Hamid ke negeri Arab, tepatnya Mekkah. Di bawah lindungan Ka’bah, Hamid bersimpuh diri atas segala permasalahan batinnya, meminta pertolongan, berharap ada kekuatan untuk tegar menghadapi kenyataan pahit ini. Sampai akhirnya dia tahu bahwa cintanya selama ini ternyata dirasakan juga oleh Zaenab. Ternyata selama ini Zaenab juga mengharapkan Hamid, hampir tiap hari dia menangis sambil membaca sepucuk surat dari Hamid yang sudah sangat lusuh karena terlalu seringnya dibaca. Namun itu semua sudah terlambat, karena dua tahun berpisah adalah waktu yang lama bagi mereka, sampai akhirnya terombang-ambing dalam kerinduan tanpa akhir.
Hingga suatu saat, Hamid menerima kabar bahwa Zaenab telah meninggal dunia. Hamid yang memang telah sakit itu makin putus asa. Akhirnya Hamid pun menyusul orang yang sangat dikasihinya. Kasih tak sampai. Namun cinta mereka suci. Hingga ajal yang mengakhiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar